Temu Konsultasi PW APRI Sulsel dengan Ketua Pengadilan Tinggi Agama Sulsel Bahas Program GASPEN
News

Temu Konsultasi PW APRI Sulsel dengan Ketua Pengadilan Tinggi Agama Sulsel Bahas Program GASPEN

  17 Sep 2025 |   33 |   Penulis : Biro Humas APRI Sulawesi Selatan |   Publisher : Biro Humas APRI Sulawesi Selatan


Makassar – Humas.

Temu konsultasi antara Pengurus Wilayah Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (PW APRI) Sulawesi Selatan dengan Ketua Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Sulawesi Selatan berlangsung pada hari ini, Rabu (17/09/2025), di Makassar.

Ketua PW APRI Sulsel, Abd. Rahman, bersama delapan pengurus wilayah hadir dalam pertemuan tersebut, yaitu: Andi Irwan (Ketua I), Ahmad Jazil (Sekretaris Wilayah), Armin (Sekretaris II), Idham Rusdi (Bendahara Umum), Jumahidi (Bendahara I), Al-Sadar (Kabid Keanggotaan), Aldam Rajab (Kabid Hukum), dan Abd. Rauf (Kabid Karya Ilmiah).

Dalam dialognya, Abd. Rahman memaparkan maksud dan tujuan temu konsultasi ini, yaitu membahas Program Gerakan Sadar Pencatatan Nikah (GASPEN) yang berlandaskan Surat Edaran Nomor 6 Tahun 2025. PW APRI Sulsel meminta arahan dari Ketua PTA Sulsel terkait tata cara pendampingan di Pengadilan Agama, khususnya mengenai proses isbat nikah bagi pasangan suami istri yang belum memiliki buku nikah.

Ketua PTA Sulsel, Drs. H. Khairin, M.H., menyambut hangat rombongan PW APRI Sulsel. Rombongan diterima di ruang kerja beliau sebelum diarahkan untuk melanjutkan konsultasi di ruang rapat pimpinan PTA Sulsel.

Dalam kesempatan tersebut, Khairin berbagi pandangan terkait dinamika hukum keluarga, salah satunya mengenai perubahan batas usia minimal perkawinan bagi perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun. Perubahan ini, menurutnya, menimbulkan tantangan baru, terutama terkait dengan meningkatnya permohonan dispensasi nikah yang setiap bulan dimonitor oleh Pengadilan Agama.

Khairin menegaskan pentingnya perlindungan hukum bagi pasangan suami istri yang belum memiliki buku nikah. Menurutnya, solusi yang bisa ditempuh adalah keterlibatan pemerintah daerah dalam menyiapkan anggaran untuk membantu masyarakat mengajukan isbat nikah di Pengadilan Agama.

Lebih lanjut, ia juga menyinggung persoalan perkawinan serial (perkawinan kedua dan seterusnya) yang tidak tercatat. Ia menegaskan bahwa perkawinan serial tidak bisa diisbatkan, meskipun dengan alasan kepentingan anak. Dalam kasus seperti itu, solusi yang dapat diberikan adalah melalui putusan asal-usul anak, di mana anak berhak mendapatkan wasiat wajibah maksimal sepertiga harta, sementara istri dalam perkawinan serial tidak memperoleh hak tersebut.

Khairin juga menekankan bahwa perkawinan yang tidak tercatat akan kehilangan perlindungan hukum negara, baik terkait kedudukan harta maupun kewarisan. Ia menambahkan, dalam hal rujuk pasca perceraian, harus ada akta rujuk yang diterbitkan KUA tempat pasangan menikah sebelumnya dan dilaporkan ke Pengadilan Agama.

“Banyaknya perkawinan di bawah tangan terjadi karena tidak ada sanksi hukum yang jelas terhadap pelakunya, dan inilah salah satu kelemahan dalam Undang-Undang Perkawinan,” pungkas Khairin. (arm)

Share | | | |

Infografis