Pohuwato, 23 Juli 2025 – Suasana tegang namun penuh semangat menyelimuti Aula Kantor Kementerian Agama Kabupaten Pohuwato siang ini. Bukan sekadar rapat biasa, melainkan arena diskusi sengit dalam Focus Group Discussion (FGD) khusus yang menghimpun seluruh Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) se-Kabupaten Pohuwato. Topik utamanya? Mengurai dan memperkuat simpul hukum perkawinan di tengah arus modernisasi.
Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kabupaten Pohuwato, Saiful Anam, M.SI, membuka "perdebatan" dengan sebuah tantangan. "Kita adalah benteng pertama dalam urusan rumah tangga umat. Jika pemahaman hukum kita tidak kuat, bagaimana kita bisa melindungi masyarakat dari kerugian? Ini bukan hanya soal administrasi, tapi juga soal nasib dan masa depan keluarga!" serunya, memancing semangat para Kepala KUA.
FGD yang dipandu Ketua Asosiasi Penghulu Republik Indonesia Cabang Pohuwato, H. Tamliha S. Polohi, S.HI. langsung memanas dengan pembahasan fenomena perkawinan di bawah umur dan celah hukum dispensasi nikah. Kepala KUA Kecamatan Marisa, Abdullah Hasanudin, S.Fil.I dengan nada prihatin memaparkan dilema di lapangan. "Kadang kita dihadapkan pada situasi dilematis antara aturan formal dan tekanan sosial. Bagaimana kita bisa seragam dalam menerapkan hukum, tanpa mengabaikan sisi kemanusiaan, namun tetap tegas menolak praktik yang merugikan?" tanyanya, memicu beragam tanggapan.
Gelombang diskusi berlanjut ke isu pernikahan tanpa catatan negara, alias nikah siri. Kepala KUA Kecamatan Popayato Barat, Sapran, S.Ag., mengusulkan strategi "jemput bola". "Mungkin kita perlu lebih agresif dalam edukasi ke masyarakat. Bukan hanya di kantor, tapi juga melalui pengajian, kelompok ibu-ibu, bahkan lewat media sosial. Kita harus buka mata mereka tentang bahaya hukum yang mengintai di balik 'mudahnya' nikah siri ini," tegasnya, disambut anggukan setuju.
Para Kepala KUA juga tak luput menyoroti peran mereka sebagai mediator awal dalam konflik rumah tangga. Kepala KUA Kecamatan Randangan, Abdul Yajid Yunus, S.Ag mengibaratkan, "Kita ini seperti UGD pertama bagi pasangan yang sedang krisis. Pemahaman mendalam tentang rukun talak, rujuk, hingga konsekuensi fasakh dan khulu' mutlak kita kuasai. Jangan sampai niat baik kita justru memperkeruh keadaan karena kurangnya pemahaman hukum yang presisi."
Di akhir sesi yang penuh gagasan dan adu argumen konstruktif ini, seluruh Kepala KUA sepakat berkomitmen untuk saling berbagi studi kasus dan pengalaman lapangan demi memperkuat keahlian masing-masing.
FGD ini bukan hanya ajang tukar pikiran, melainkan sebuah deklarasi bahwa KUA se-Kabupaten Pohuwato bertekad menjadi garda terdepan yang tidak hanya mencatat perkawinan, tetapi juga menjadi pelindung hukum terpercaya bagi setiap keluarga, memastikan setiap langkah menuju bahtera rumah tangga dilandasi pijakan hukum yang kokoh.