Muara Komam – Materi yang disampaikan dalam Program Hikmah Pagi Pro 4 RRI Samarinda edisi Senin, 21 Juli 2025, terbilang cukup menarik. Ahmad Bahriyanto, seorang Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dengan jabatan Penghulu Ahli Pertama di Kantor Urusan Agama (KUA) Muara Komam, menjadi narasumber yang menyampaikan sekaligus melakukan sosialisasi mengenai sebuah gerakan yang tengah digagas oleh Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Ditjen Bimas Islam), yakni Gerakan Sadar Pencatatan Nikah (GAS Pencatatan Nikah).
Bahriyanto telah menjadi salah satu narasumber rutin dalam Program Hikmah Pagi Pro 4 RRI Samarinda sejak tahun 2020, tepatnya saat pandemi COVID-19, yang diselenggarakan secara daring melalui sambungan telepon atau Zoom. Biasanya, materi yang disampaikan berkaitan dengan tema keluarga Islam secara umum. Namun, pada kesempatan kali ini, beliau secara khusus membahas dan mensosialisasikan Gerakan Sadar Pencatatan Nikah.
Dalam pemaparannya, beliau mengawali materi dengan penjelasan bahwa pernikahan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Bagi umat Islam, pernikahan bukan sekadar peristiwa penting, melainkan juga bentuk ketaatan dan ibadah. Nilai ibadah dalam pernikahan akan menjadi sempurna jika dilakukan pencatatan secara resmi.
Kementerian Agama terus berupaya mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pencatatan pernikahan. Hal ini ditandai dengan terbitnya Surat Edaran Nomor 6 Tahun 2025 tentang Gerakan Sadar Pencatatan Nikah. Adapun maksud dan tujuan surat edaran tersebut adalah:
1. Menegakkan kepatuhan masyarakat terhadap ketentuan pencatatan pernikahan.
2. Menertibkan praktik perkawinan yang tidak tercatat.
3. Memperkuat peran Kantor Urusan Agama dan fasilitator dalam membina kesadaran hukum keluarga.
4. Meningkatkan literasi perkawinan dan penguatan nilai keluarga, khususnya bagi generasi muda.
5. Menanamkan kesadaran bahwa keluarga sakinah dibentuk melalui perkawinan yang sah dan tercatat secara hukum.
Lebih lanjut, Bahriyanto juga menyampaikan bahwa dalam surat edaran tersebut disebutkan empat jenis hubungan atau kondisi masyarakat yang menjadi perhatian utama dalam gerakan ini:
1. Pasangan yang telah menikah secara agama Islam dan hidup bersama dalam satu rumah, tetapi belum mencatatkan pernikahan di Kantor Urusan Agama.
2. Pasangan yang telah menikah secara agama Islam, namun tidak hidup bersama sebagai suami istri dalam keseharian.
3. Pasangan yang hidup bersama tanpa kejelasan status akad nikah serta tidak melakukan pencatatan nikah di Kantor Urusan Agama.
4. Generasi muda yang menunjukkan sikap skeptis terhadap institusi pernikahan akibat pengaruh nilai sosial-budaya tertentu dan terpapar budaya asing yang bertentangan dengan nilai luhur agama dan budaya bangsa.
Menutup pemaparannya, Bahriyanto menjelaskan tiga alasan utama pentingnya pencatatan pernikahan, yaitu:
Pertama, untuk memberikan kepastian hukum terhadap pernikahan. Dengan pencatatan, pernikahan tersebut sah secara hukum agama dan negara, serta dibuktikan dengan akta atau buku nikah sebagai dokumen otentik yang sah.
Kedua, sebagai bentuk ketertiban administrasi. Pencatatan pernikahan merupakan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya Pasal 2 ayat (2), yang menyatakan: "Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku." Hal ini penting demi ketertiban administrasi, kepastian hukum, dan pengakuan negara atas sahnya pernikahan.
Ketiga, untuk melindungi hak-hak yang muncul dari pernikahan, baik hak suami, istri, maupun anak, termasuk hak atas nafkah, warisan, dan lainnya.
Sebagai penutup, Bahriyanto menegaskan bahwa keberhasilan gerakan ini sangat bergantung pada kerja sama semua pihak, tidak hanya dari internal Kementerian Agama. Ia mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk turut menyosialisasikan gerakan ini melalui berbagai media, termasuk media sosial. “Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan memberikan pemahaman dan menyadarkan masyarakat di sekitar kita tentang pentingnya pencatatan pernikahan?” tuturnya. (humas)