Wakaf Tak Bisa Ditarik Kembali: Ketika Sertifikat Wakaf Diminta Kembali dan PPAIW Diancam Pidana
Informasi

Wakaf Tak Bisa Ditarik Kembali: Ketika Sertifikat Wakaf Diminta Kembali dan PPAIW Diancam Pidana

  16 Jul 2025 |   23 |   Penulis : Humas Cabang APRI Bone Bolango|   Publisher : Biro Humas APRI Gorontalo

Oleh: Awen Tongkonoo, S.Sos.I, M.H – Penghulu/Kepala KUA Suwawa

*“Pak, tolong kembalikan sertifikat tanah wakaf. Kalau tidak, kami akan bawa ke jalur hukum.”*

Itulah potongan permintaan sekaligus ancaman yang saya terima sebagai Kepala KUA sekaligus PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf). Permintaan itu datang bukan dari orang luar. Tapi dari wakif dan nazhir sendiri. Ironisnya, yang mereka minta bukan sekadar surat, tapi Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah yang sudah diwakafkan empat tahun lalu.

Mereka bahkan menyampaikan surat kuasa kepada anggota kepolisian, membawa surat pernyataan bermaterai yang katanya menyebut: “Jika tanah tidak dikelola oleh nazhir, maka harus dikembalikan ke wakif.” Permintaan itu tentu saya tolak. Dan penolakan ini justru memicu ancaman pidana terhadap saya, dengan tuduhan penggelapan. Ini aneh. Bahkan berbahaya bagi marwah hukum dan institusi wakaf itu sendiri.

*Wakaf Itu Ittlaq: Sekali Diikrarkan, Tak Bisa Ditarik*

Satu hal yang harus diluruskan: wakaf bukan kontrak pribadi, tapi perbuatan hukum yang bersifat kekal. Dalam UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Pasal 3 dan 17 ayat (2) menyebutkan secara tegas bahwa:
*Wakaf tidak dapat dibatalkan.”*
“Wakif tidak dapat menarik kembali benda wakaf.”

Jadi, ketika seseorang sudah mewakafkan tanahnya, maka hak milik pribadinya berubah menjadi milik umat. Bukan lagi milik dia. Bukan pula milik nazhir.

Surat Pernyataan Bermaterai? Tidak Mengalahkan AIW

Pihak yang meminta SHM berdalih bahwa ada surat pernyataan bermaterai yang mereka sepakati bersama, bahwa jika tanah tidak dikelola, maka wakaf batal.

Maaf, hukum tidak bekerja seperti itu. Wakaf sah hanya jika dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf (AIW) yang dibuat di hadapan PPAIW. Surat di luar AIW—walau bermaterai—tidak bisa menghapus, membatalkan, apalagi menarik kembali wakaf.

Apalagi jika pernyataan itu tidak pernah diketahui negara, tidak pernah masuk dalam dokumen resmi, dan bertentangan dengan UU Wakaf.

Nazhir Tak Mampu Mengelola? Solusinya Bukan Tarik Balik Wakaf

Ada alasan yang mereka bawa: nazhir tak mampu mengelola. Maka tanah dikembalikan. Sekali lagi, ini salah besar.

Kalau nazhir gagal mengelola tanah wakaf, maka solusinya bukan kembalikan ke wakif, melainkan ganti nazhir. Ada prosedur resmi di Badan Wakaf Indonesia (BWI) untuk itu.

Mengancam PPAIW dengan Hukum Pidana: Gagal Paham

Saya pribadi tidak mempermasalahkan kritik atau saran. Tapi ketika seorang pejabat negara diancam pidana hanya karena menolak menyerahkan sertifikat wakaf—yang sudah tidak boleh dikembalikan—ini harus dilawan.

Tuduhan penggelapan (Pasal 372 KUHP) tidak relevan. SHM bukan saya miliki, dan saya tidak pernah punya niat memilikinya. Justru saya melindungi SHM agar tidak disalahgunakan.

Ancaman ini tidak hanya keliru, tapi berpotensi mencederai prinsip negara hukum.
*ASN Jangan Takut: Wakaf Harus Dilindungi dari Manipulasi*

Bayangkan jika semua wakif bisa menarik kembali tanah wakafnya semaunya. Wakaf akan berubah jadi utang-piutang. Akta negara jadi tidak dihormati. Dan pejabat publik akan lumpuh karena takut diancam pidana.

Sebagai ASN dan PPAIW, saya menolak untuk tunduk pada tekanan non-hukum. Saya berdiri di jalur hukum.

Saya menolak menyerahkan sertifikat itu. Bukan karena saya keras kepala, tapi karena saya menjaga marwah hukum, institusi wakaf, dan jabatan negara.

*Penutup: Wakaf Harus Dijaga, Bukan Ditarik Kembali*

Tulisan ini bukan untuk membela diri. Tapi untuk mengedukasi publik bahwa wakaf adalah ibadah, bukan transaksi. Sekali diikrarkan, maka itu amanah yang tidak bisa ditarik kembali. Dan pejabat negara punya tanggung jawab untuk menjaganya.

Bagi saya, integritas adalah ketika kita bisa berkata “tidak” meski tertekan. Dan saya memilih berkata “tidak” kepada setiap bentuk pelemahan hukum.
---
Artikel ini ditulis berdasarkan pengalaman pribadi penulis sebagai PPAIW dan Kepala KUA dalam menangani perkara konflik wakaf yang berujung ancaman pidana.

Share | | | |