Dalam era kontemporer yang ditandai dengan gejolak ideologi dan krisis toleransi, tasawuf sebagai inti spiritual Islam menyodorkan pendekatan lembut dan damai yang selaras dengan prinsip moderasi beragama. Pembahasan ini mencakup keterkaitan esensial antara ajaran tasawuf dan nilai-nilai moderasi, dengan pendekatan konseptual dan filosofis. Ditemukan bahwa keduanya memiliki titik temu dalam prinsip keseimbangan, kasih sayang, toleransi, dan pencarian kedamaian batin sebagai fondasi dalam membangun masyarakat yang harmonis.
Moderasi beragama merupakan sikap tengah-tengah yang menolak sikap ekstrem dalam menjalankan agama, baik dalam bentuk radikalisme maupun liberalisme tanpa batas. Konsep ini sejatinya telah lama hidup dalam ajaran Islam melalui jalan tasawuf, yang menekankan penyucian hati, cinta kasih, dan toleransi. Tasawuf tidak sekadar praktik spiritual, tetapi juga sebuah filsafat hidup yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan keseimbangan
Tasawuf: Jalan Cinta dan Keseimbangan
Tasawuf berakar dari keinginan untuk mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah) melalui penyucian jiwa (tazkiyatun nafs). Para sufi seperti Al-Ghazali, Rabi’ah al-Adawiyah, dan Jalaluddin Rumi menanamkan nilai cinta ilahi (mahabbah) sebagai kekuatan transformatif. Dalam pandangan ini, ibadah tidak hanya bersifat formal, tetapi menjadi ekspresi cinta yang menumbuhkan kasih sayang terhadap sesama makhluk.
Prinsip wasathiyah (keseimbangan) dalam tasawuf tercermin dalam laku hidup yang tidak ekstrem, tidak keras dalam menyikapi perbedaan, serta mampu berdamai dengan takdir dan sesama. Seorang sufi sejati akan menjauhi sikap benci, dendam, dan intoleransi karena semua itu adalah kegelapan yang menutup pintu ma’rifat.
Moderasi Beragama: Pilar Kehidupan Beragama di Era Modern
Moderasi beragama mengajarkan sikap bijak dalam memahami teks, menghargai perbedaan, serta membangun toleransi lintas mazhab dan agama. Nilai ini sejalan dengan ajaran Al-Qur'an yang menyebut umat Islam sebagai ummatan wasathan (umat pertengahan), yang tidak cenderung ekstrem.
Moderasi beragama menjadi kebutuhan mendesak di tengah munculnya kelompok-kelompok yang mengklaim kebenaran tunggal dan mengabaikan keragaman. Dalam konteks Indonesia, moderasi beragama diarusutamakan sebagai strategi merawat harmoni dan meredam potensi konflik sosial-ideologis.
Unsur Senyawa: Pertemuan Tasawuf dan Moderasi
Tasawuf dan moderasi beragama bukan dua entitas yang terpisah. Keduanya bagaikan unsur senyawa yang saling menguatkan.
Beberapa titik temu antara keduanya adalah:
Kasih Sayang (Rahmah) Tasawuf menekankan rahmat sebagai inti dari kehadiran Tuhan di alam semesta, sejalan dengan semangat moderasi yang menolak kekerasan atas nama agama.
Toleransi dan Cinta Universal Para sufi melihat manusia sebagai makhluk Tuhan yang harus dihormati. Sikap ini senada dengan moderasi yang menghargai pluralitas keyakinan dan budaya.
Anti Fanatisme Tasawuf mengajarkan bahwa keakuan (ego) adalah penghalang utama dalam perjalanan spiritual. Dalam moderasi, sikap menolak kebenaran mutlak atas interpretasi diri juga menjadi prinsip dasar.
Kedamaian Batin dan Sosial Seorang sufi berjuang mengatasi konflik batin agar mampu menciptakan kedamaian sosial. Moderasi beragama pun bertujuan menciptakan tatanan masyarakat damai melalui cara berpikir yang adil dan seimbang.
Relevansi Kontekstual
Dalam konteks Indonesia yang plural dan majemuk, ajaran tasawuf memiliki kontribusi signifikan dalam memperkuat moderasi beragama. Banyak tarekat di Nusantara seperti Qadiriyah, Naqsyabandiyah, dan Khalwatiyah, telah lama hidup berdampingan dengan budaya lokal dan berperan membina umat dengan pendekatan ramah, bukan marah. Ini memperlihatkan bahwa spiritualitas tasawuf memperhalus keberagamaan dan menguatkan keindonesiaan yang toleran.
Unsur senyawa antara tasawuf dan moderasi beragama adalah bukti bahwa spiritualitas Islam tidak hanya berbicara tentang ibadah individual, tetapi juga mendorong tumbuhnya tatanan sosial yang damai. Tasawuf hadir sebagai jalan sunyi yang menyuburkan kasih sayang, meredam ego, dan menjunjung kemanusiaan universal. Maka, dalam upaya membangun masyarakat moderat, tasawuf bukanlah jalan alternatif, melainkan jalan utama.
Referensi
Al-Ghazali. Ihya Ulumuddin. Beirut: Dar al-Fikr.
Nasr, Seyyed Hossein. The Garden of Truth. HarperOne, 2007.
Rumi, Jalaluddin. Matsnawi.
Kementerian Agama RI. Moderasi Beragama, 2019.
Abdullah, Amin. Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi, dan Etika. Yogyakarta: IRCiSoD, 2006.
Madjid, Nurcholish. Islam, Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina, 2000.
Abdul Hadi W.M. Tasawuf sebagai Kritik Sosial. Jakarta: Paramadina, 2001.
Nashir, Haedar. Moderasi Indonesia: Demokrasi, Islam, dan Kebangsaan. Bandung: Mizan, 2020.
Bruinessen, Martin van. Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia. Bandung: Mizan, 1992.