Di sebuah desa yang tenang, H. Rahmatsyah, seorang penghulu yang dihormati, bersiap untuk melangsungkan akad nikah yang telah dinanti. Pagi itu, ia telah berjanji untuk menikahkan pasangan pengantin, Budi dan Ayu, tepat pada pukul 8 pagi. Semua persiapan telah dilakukan: dekorasi, hidangan, dan keramaian tamu yang diundang.
Namun, saat jam menunjukkan angka 9, suasana di lokasi pernikahan terasa hampa. Hanya beberapa orang keluarga terdekat yang menunggu, sementara para tamu lainnya mulai resah. H. Rahmatsyah, yang duduk di depan meja akad nikah, merasakan ketegangan di udara. Ia melihat sekeliling, berharap kehadiran pengantin yang belum juga datang.
“Apakah mereka terjebak kemacetan?” pikirnya. H. Rahmatsyah berusaha menenangkan diri. Ia tahu bahwa setiap pernikahan memiliki tantangan tersendiri, namun hatinya mulai dipenuhi keraguan. Keberadaan waktu yang terus bergerak tanpa pengantin di hadapannya terasa menyesakkan.
Setelah menunggu lebih dari satu jam, H. Rahmatsyah memutuskan untuk menghubungi Budi. Dengan rasa cemas, ia menanti jawaban. Ternyata, Budi menginformasikan bahwa mereka sedang dalam perjalanan, tetapi mengalami masalah dengan kendaraan. Ia berjanji akan segera tiba.
H. Rahmatsyah mengembalikan teleponnya ke saku dan berusaha untuk tetap tenang. Ia berdiri dan menghampiri beberapa keluarga yang duduk di sampingnya. "Mohon bersabar, ya. Pengantin sedang dalam perjalanan," ujarnya dengan harapan bisa meredakan suasana.
Namun, keheningan terasa semakin menyakitkan. Beberapa tamu mulai berbincang dengan suara pelan, sementara yang lainnya terlihat gelisah. H. Rahmatsyah merasa terpukul. Sebagai seorang penghulu, ia memahami betapa pentingnya momen ini bagi pasangan yang ingin memulai hidup baru.
Setelah beberapa saat, untuk mengisi waktu, H. Rahmatsyah memutuskan untuk bercerita. Ia mengisahkan pengalamannya dalam melangsungkan pernikahan di desa-desa lain, bagaimana cinta dan komitmen selalu berhasil mengatasi berbagai rintangan. Meskipun awalnya terpaksa, cerita-cerita itu membuat suasana sedikit lebih hidup, dan beberapa orang mulai tertawa.
Tak lama kemudian, kabar baik datang. Budi dan Ayu akhirnya tiba, meskipun wajah mereka terlihat kelelahan. Namun, senyum bahagia mereka menggantikan semua rasa cemas yang telah terakumulasi. H. Rahmatsyah merasa lega melihat mereka berdua berdiri di hadapannya.
Dengan penuh semangat, H. Rahmatsyah segera memimpin prosesi ijab kabul. Meskipun acara dimulai terlambat, suasana kembali hangat dan penuh harapan. Ketika mereka mengucapkan janji suci di hadapan keluarga dan sahabat, H. Rahmatsyah tahu bahwa semua penantian dan ketegangan itu sepadan.
Di akhir acara, ia tersenyum sambil melihat pasangan pengantin yang berseri-seri. H. Rahmatsyah menyadari bahwa meskipun waktu dapat molor, cinta sejati tidak mengenal batas. Momen-momen seperti ini, dengan segala tantangannya, justru menambah keindahan perjalanan cinta mereka. ( team humas kreatif apri lamtim)