Lampung Timur [Humas] – Silaturahim bulanan para penghulu di Lampung Timur bukan hanya menjadi ajang kebersamaan, tetapi juga wadah diskusi serius mengenai berbagai persoalan fiqh pernikahan atau yang dikenal dengan masailul fiqhiyah. Di antara topik yang hangat dibahas adalah terkait wali mafqut, isbat nikah, serta kontroversi Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 22 Tahun 2024 yang tengah menjadi sorotan. Pertemuan di laksanakan di kediaman Abdur rosyid Penghulu Sekampung di kediamannya Metro siang ini (27/10)
Pembahasan dipandu oleh beberapa tokoh terkemuka seperti KH. Fatkhulloh, KH. Rahmat Wahyudi, KH. Solihin, dan H. Subhan. Mereka mengupas permasalahan dari sudut pandang praktis serta hukum yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), sehingga para penghulu dapat lebih memahami dan mengaplikasikannya dalam pelayanan mereka.
Wali Mafqut Menurut Praktisi dan KHI
Topik pertama mengenai wali masqut menjadi diskusi menarik. Wali mafqut, atau wali yang tidak ada atau tidak bisa hadir, masih sering menjadi pertanyaan di lapangan. Para penghulu mengkaji bagaimana panduan KHI mengatur peran wali hakim dalam situasi seperti ini, serta bagaimana menghadapi kasus-kasus di mana calon pengantin tidak memiliki wali nasab yang sah. KH. Solihin menyampaikan bahwa penguatan pemahaman fiqhiyah ini penting untuk memastikan kelancaran proses pernikahan dan menghindari kekeliruan dalam penunjukan wali.
Isbat Nikah yang Ditolak PA, Bagaimana Pencatatan Nikahnya?
Dalam sesi lain, diskusi mengenai prosedur isbat nikah menjadi fokus. Ada kalanya Pengadilan Agama (PA) menolak permohonan isbat nikah dengan alasan kurangnya bukti atau tidak memenuhi syarat. Para penghulu, dipandu KH. Fatkhulloh, berbagi pengalaman tentang langkah-langkah yang dapat diambil dalam mencatat pernikahan yang telah dilakukan secara sah namun belum tercatat resmi. Hal ini penting untuk memberikan kejelasan hukum bagi pasangan yang membutuhkan bukti administrasi nikah.
Kontroversi PMA No. 22 Tahun 2024
Isu yang tak kalah hangat adalah kontroversi terkait PMA No. 22 Tahun 2024 yang mengatur lebih ketat dalam beberapa aspek pelayanan nikah. Kebijakan ini menuai berbagai reaksi, terutama terkait prosedur dan persyaratan baru bagi pasangan yang hendak menikah. KH. Rahmat Wahyudi mengungkapkan bahwa para penghulu perlu memahami regulasi ini agar dapat memberikan edukasi yang tepat kepada masyarakat. Sementara itu, H. Subhan menambahkan bahwa pihaknya akan terus mengawal pelaksanaan PMA ini sambil menyerap masukan dari lapangan untuk dilaporkan kepada pihak yang berwenang.
Diskusi-diskusi ini menegaskan bahwa forum penghulu di Lampung Timur bukan sekadar perkumpulan biasa. Para penghulu di sini terus memperkuat kapasitas mereka dalam menangani berbagai masalah fiqh pernikahan sehingga mampu memberikan pelayanan yang lebih baik dan sesuai syariah kepada masyarakat. (Kas)