Nikah Siri dan Problematikanya
Untuk menjamin ketertiban dan keabsahan nikah seseorang maka nikahnya harus tercatat di Kantor Urusan Agama dimana pernikahan itu dilaksanakan. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia sakinah mawaddah warohmah. Maka setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan Petugas yang ditunjuk oleh Negara yaitu Pejabat Fungsional Penghulu. Perkawinan yang dilangsungkan diluar ketentuan perundang undagan yang berlaku tidak mempunyai kekuatan hukum. Keabsahan perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Kutipan Akta Nikah ( Buku Nikah ) dan tercatat dalam Akta Nikah.
Namun amat disayanagkan meskipun telah diatur sedemikan rupa tanpa ada pengawasan yang ketat maka kita masih menemukan fenomena masyarakat yang melakukan nikah siri dikarenakan beberapa alasan diantaranya kurang umur, akta carai dari Pengadilan Agama tidak ada bagi yang janda/duda dan lain-lainnya.
Nikah siri adalah pernikahan yang dilakukan oleh sepasang kekasih tanpa melalui proses pendaftaran / tidak diketahui oleh Petugas yang sah, tetapi dilakuan oleh agen nikah siri dan tidak tercatat di Kantor Urusan Agama ( KUA ), tapi pernikahan ini sudah memenuhi persyaratan dan rukun nikah, selagi terpenuhinya rukun nikah maka nikahnya sah.
Dalam fiqh Islam yang masyhur dan kemudian diadopsi dalam pasal 14 Kompilasi Hukum Islam, secara singkat dikatakan bahwa nikah itu sah apabila telah terpenuhi lima rukun nikah yaitu adanya calon suami dan calon isteri adanya wali nasah ( aqrob ) dua orang saksi, ijab dan qobul .
Tapi pernikahannya tidak sah menurut ketentuan peraturan perundangan undangan yang berlaku.
Bahwa Pejabat Fungsional Penghulu sebagai pihak yang
diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak untuk melakukan kegiatan
pelayanan dan bimbingan nikah atau rujuk, pengembangan kepenghuluan, dan
bimbingan masyarakat Islam sesuai pasal 1 ayat 7 Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 9 Tahun 2019
tentang Jabatan Fungsional Penghulu, atas nama Presiden selaku pemangku ulil
amri di Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka penghulu adalah pihak yang
berhak untuk menyatakan dan menetapkan sah tidaknya setiap tahapan dalam proses
pernikahan, mulai dari pendaftaran, pemeriksaan, pengumuman kehendak nikah, dan
pelaksanaan akad nikah menurut hukum Islam yang dilakukan oleh warga negara
atau penduduk Indonesia yang beragama Islam.
DAMPAK NIKAH SIRI
1. Status Anak Hasil Nikah Siri
Berdsarkan pasal 42 dan 43
UU Perkawinan juncto Putusan Mahkamah Konstitusi No.
46/PUU-VIII/2010, anak yang sah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang sah (menurut hukum negara) sehingga Anak yang dilahirkan diluar
perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya
dan anak yang lahir dari perkawinan siri disamakan statusnya dengan anak luar
kawin. Akibatnya, anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan
perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Anak tersebut baru bisa mendapatkan
hubungan perdata dengan laki-laki yang menjadi ayahnya jika dapat dibuktikan
berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut
hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga
ayahnya.
2. Kepentingan Terkait Dokumen
Kependudukan
Sebagai anak yang dianggap lahir di
luar perkawinan yang sah dari kedua orang tua-nya, tetap bisa mendapatkan akta
kelahiran melalui pencatatan kelahiran. Hanya saja, di dalam akta kelahiran
tersebut tercantum Anak lahir dalam pernikahan tidak tercatat.
3. Tidak Ada Kekuatan Hukum Bagi Isteri dan Anak Dalam Harta Waris
Dalam Pasal 863 dan Pasal 873 KUHP,
anak luar kawin yang berhak mendapatkan warisan dari ayahnya adalah anak luar
kawin yang DIAKUI oleh ayahnya (pewaris) atau anak luar kawin yang disahkan
pada waktu dilangsungkannya perkawinan antara kedua orang tuanya. Sementara
itu, anak luar kawin yang tidak sempat diakui atau tidak pernah diakui oleh
pewaris yaitu ayahnya maka hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya diemikian juga isteri tidak dapat menjadi ahli waris karena tidak ada bukti otentik nikah tercatat berupa buku nikah ( Akta Nikah ).
( Jambi, 4
September 2024 ; Mutawali )
Referensi :
1. UU No 1 Tahunn 2024 Tentang Perkawinan
2. UU
No.16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;3. Putusan
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tanggal 17
Februari 2012;