Menggali Makna Cinta kepada Syekh dan Keutamaan Berthoriqoh dalam
Islam Sufistik
Oleh : H. Kasbolah, M.Pd.
Dalam tradisi
tasawuf atau sufisme, cinta kepada Allah dan para wali-Nya memiliki kedudukan
yang sangat penting dalam perjalanan spiritual seorang hamba. Sufisme
menawarkan pendekatan yang mendalam terhadap hubungan manusia dengan Tuhan,
melalui berbagai praktik spiritual yang mengarah pada penyucian jiwa dan
pencapaian kedekatan dengan Sang Khalik. Salah satu konsep sentral dalam
tasawuf adalah pentingnya mengikuti bimbingan seorang syekh atau wali Allah,
sebagai mediator yang dapat membawa seorang hamba menuju kedekatan dengan
Allah. Artikel ini akan membahas tentang hubungan antara seorang hamba dengan
syekh dalam konteks thoriqoh, serta bagaimana hal ini mempengaruhi amalan dan
kehidupan spiritual seseorang menurut perspektif Islam sufistik.
Pengertian "wali" merujuk kepada individu yang
dekat dengan Allah, yang dicirikan oleh ketakwaan dan kesucian hati. Ibn
Taymiyah menjelaskan bahwa kewalian adalah hasil dari ketakwaan kepada Allah, di
mana seorang wali menjaga hati dari berbagai kekotoran jiwa. Kewalian syar'i
berarti "al-qarib" atau dekat, dan diartikan sebagai persetujuan
Allah terhadap seseorang yang mencintai apa yang dicintai-Nya dan membenci apa
yang dibenci-Nya.
Secara
keseluruhan, konsep wali dalam konteks ini melibatkan hubungan yang erat antara
individu dengan Allah, yang dicapai melalui pengamalan ajaran Islam dan
kesesuaian dengan risalah Nabi Muhammad SAW. Sukimin, S., Barsihannoor, B., & Salahuddin, S. (2018).
PANDANGAN IBNU TAIMIYAH TERHADAP WALI. Jurnal Diskursus Islam, 6(1), 156-174.
1. Amalan dan
Tanggung Jawab Individu dalam Thoriqoh
Dalam kajian
Islam Sufistik, dikenal adanya konsep thoriqoh atau jalan spiritual yang
menghubungkan seorang hamba dengan Allah melalui bimbingan seorang guru atau
syekh. Apabila seorang hamba memilih untuk tidak memasuki suatu thoriqoh, maka
amal ibadah dan perbuatannya akan dinilai langsung oleh Allah sesuai dengan
kemampuan dan niatnya. Ini menunjukkan bahwa tanpa bimbingan seorang syekh,
seseorang hanya bergantung pada usaha dan kesungguhan pribadinya untuk
mendekatkan diri kepada Allah.
Namun, dalam
ajaran tasawuf, seorang hamba yang mencintai syekh yang merupakan wali Allah,
amalan-amalan yang ia lakukan akan diangkat sesuai dengan kedudukan dan
kemuliaan sang syekh di sisi Allah. Dalam hal ini, terdapat dua dimensi
penting: pertama, bahwa setiap amal perbuatan seorang hamba tidaklah berdiri
sendiri, melainkan dapat diperkuat dan disempurnakan melalui hubungan dengan
seorang syekh yang telah mencapai tingkat kedekatan dengan Allah. Kedua, amal
seorang hamba yang mencintai syekh yang bersifat kekeramatan tersebut akan
mendapat pahala dan keberkahan yang lebih besar, karena ia beramal dengan
membawa semangat dan barakah dari syekh yang dicintainya.
2. Mengapa
Cinta kepada Syekh Sangat Penting?
Hadis yang
diriwayatkan oleh Rasulullah SAW berbunyi: “Seseorang akan bersama orang yang
ia cintai.” Hadis ini mengandung makna yang dalam, bahwa seseorang yang
mencintai wali Allah, akan dikumpulkan pada hari kiamat bersama dengan orang
yang ia cintai tersebut. Ini menunjukkan bahwa cinta kepada seorang wali Allah
bukan hanya merupakan hubungan emosional, tetapi juga memiliki dimensi
spiritual yang mendalam. Bagi para pengikut thoriqoh, cinta kepada syekh bukan
sekadar bentuk penghormatan atau kecintaan duniawi, tetapi lebih sebagai bentuk
pengakuan terhadap kedekatan dan kekhususan syekh dalam hubungan mereka dengan
Allah.
Sebagai contoh,
dalam ungkapan “
الشيخ الواصل حبل اللّٰه في أرضه فكن تعلق به وصل
واما غير الواصل فمن تعلق به انقطع
Jadikan semua
amalan yang engkau lakukan sebagai perwakilan dari amalan Syekh ini”,
terkandung ajakan untuk menjadikan setiap amal perbuatan kita sebagai cerminan
dari ajaran dan kebesaran sang syekh. Dalam konteks ini, seorang hamba tidak
hanya beramal untuk dirinya sendiri, melainkan juga untuk melanjutkan warisan
spiritual yang diajarkan oleh syekh tersebut. Dengan demikian, seorang syekh
menjadi sosok yang sangat dihormati, karena ia adalah pembimbing yang dapat
membawa muridnya menuju Allah, memberikan cahaya dalam kehidupan spiritual
mereka, serta memfasilitasi jalan menuju kesucian jiwa.
3.
Keterhubungan dengan Syekh: Washil dan Ghayr Washil
Konsep washil
(terhubung) dan ghayr washil (tidak terhubung) sangat penting dalam pemahaman
tasawuf. Seperti yang digambarkan dalam perkataan "Syekh Washil adalah
ibarat Tali Allah di bumi, barang siapa bergantung kepadanya, niscaya akan
washil juga." Pernyataan ini menunjukkan bahwa seorang syekh yang telah
mencapai kedekatan yang luar biasa dengan Allah akan menjadi penghubung antara
seorang hamba dengan Sang Maha Pencipta. Bagi mereka yang bergantung pada syekh
yang washil, mereka akan memperoleh keberkahan dan petunjuk dari syekh tersebut
dalam perjalanan spiritual mereka.
Sebaliknya,
jika seorang syekh tidak mencapai tingkat washil atau tidak memiliki hubungan
langsung yang kuat dengan Allah, maka bergantung padanya bisa menyebabkan
terputusnya hubungan tersebut. Dalam konteks ini, penting bagi seorang calon
murid untuk memastikan bahwa syekh yang diikutinya adalah syekh yang
benar-benar memiliki hubungan yang kuat dengan Allah, sehingga dapat membawa
mereka pada kesuksesan spiritual.
4. Menjadi
Teman Allah Melalui Perjalanan Spiritual
Syekh Umar
al-Futi dalam Kitab Ar-Rimah mengungkapkan suatu kalimat yang sangat berharga:
ﻭﺭﻭﻱ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﻮﺍﺭﻑ ﺃﻳﻀﺎ ﺑﺴﻨﺪﻩ ﺇﻟﻰ ﺍﻷﺳﺘﺎﺫ
ﺃﺑﻲ ﺍﻟﻘﺎﺳﻢ ﺍﻟﻘﺸﻴﺮﻱ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ : ﺳﻤﻌﺖ ﺃﺑﺎ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺴﻠﻤﻲ ﻳﻘﻮﻝ : ﺳﻤﻌﺖ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ
ﺍﻟﻤﻌﻠﻢ ﻳﻘﻮﻝ : ﺳﻤﻌﺖ ﺃﺑﺎ ﺑﻜﺮ ﺍﻟﻄﻤﺴﺘﺎﻧﻲ ﻳﻘﻮﻝ : " ﺍﺻﺤﺒﻮﺍ ﻣﻊ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﺗﻄﻴﻘﻮﺍ
ﻓﺎﺻﺤﺒﻮﺍ ﻣﻊ ﻣﻦ ﻳﺼﺤﺐ ﻣﻊ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﺘﻮﺻﻠﻜﻢ ﺑﺮﻛﺔ ﺻﺤﺒﺘﻪ ﺇﻟﻰ ﺻﺤﺒﺔ ﺍﻟﻠﻪ ".
“Bersamalah dengan Allah, jikalau belum mampu
maka bersamalah dengan orang yang senantiasa bersama dengan Allah, agar
keberkahan bersamannya mengantarkanmu bisa bersama dengan Allah.” Pernyataan
ini mencerminkan inti ajaran tasawuf, bahwa perjalanan spiritual seseorang
menuju Allah bisa dimulai dengan bergabung bersama orang-orang yang sudah dekat
dengan-Nya, yaitu para wali Allah. Jika seseorang belum mampu merasakan
kedekatan langsung dengan Allah, maka jalan yang dapat ditempuh adalah dengan
mengikuti dan menjalin hubungan yang baik dengan orang-orang yang sudah
mencapai kedekatan tersebut.
Dalam konteks
ini, keberkahan dan barakah dari seorang syekh yang terhubung dengan Allah akan
mengantarkan seorang murid menuju kedekatan yang lebih dalam dengan Allah. Oleh
karena itu, dalam kehidupan seorang hamba, sangat penting untuk memiliki
bimbingan dari seorang syekh yang dapat membimbingnya menuju Allah dengan penuh
keikhlasan dan kasih sayang.
Kesimpulan
Ajaran sufistik
yang mengajarkan tentang cinta kepada syekh dan pentingnya mengikuti thoriqoh
menggambarkan hubungan yang erat antara hamba dengan Allah melalui perantara
orang-orang yang telah mencapai kedekatan spiritual dengan-Nya. Melalui
bimbingan seorang syekh, seorang murid tidak hanya mengharapkan keberkahan
duniawi, tetapi juga menapaki jalan menuju kesucian dan kedekatan dengan Allah.
Dengan mencintai syekh yang memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah, seorang
hamba berharap dapat meraih derajat yang lebih tinggi dan dikumpulkan bersama
orang yang ia cintai kelak di hari kiamat. Dalam kehidupan spiritual, syekh
bukan hanya menjadi guru, tetapi juga sebagai tali penghubung antara seorang
hamba dengan Tuhannya
Refrensi :
Sukimin,
S., Barsihannoor, B., & Salahuddin, S. (2018). PANDANGAN IBNU TAIMIYAH
TERHADAP WALI. Jurnal Diskursus Islam, 6(1), 156-174.
Mashar,
A., & Muna, N. (2020). Filsafat Etika Tasawuf Syaikh ‘ Abdul Qadir
Al-Jailani: Kajian Etika Salik dalam Kitab Ghunyat li Thalibi Thariq al-Haqq. Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman, 10(3), 272-286.