Dakwah sebagai Seni: Ketika Gus Miftah dan Son Haji Menghadapi Hakim Paling Benar di Media Sosial
Inspirasi

Dakwah sebagai Seni: Ketika Gus Miftah dan Son Haji Menghadapi Hakim Paling Benar di Media Sosial

  08 Dec 2024 |   191 |   Penulis : PC APRI Lampung Timur|   Publisher : Biro Humas APRI Lampung

Dakwah sebagai Seni: Ketika Gus Miftah dan Son Haji Menghadapi Hakim Paling Benar di Media Sosial
Oleh :[H. Kasbolah, M.Pd.]

Pendahuluan

Media sosial telah menjadi panggung besar yang memungkinkan siapa pun berperan sebagai "hakim". Setiap tindakan, ucapan, dan keputusan seseorang, terlebih figur publik seperti Gus Miftah dan Son Haji, dapat dengan mudah dihakimi oleh ribuan, bahkan jutaan orang. Dalam konteks dakwah, media sosial menghadirkan tantangan sekaligus peluang besar. Kisah Gus Miftah yang menghadapi sorotan tajam dan respons Son Haji sebagai pihak yang dirugikan menunjukkan bagaimana seni berdakwah, keteguhan hati, dan hikmah menjadi kunci untuk menyikapi dinamika tersebut.  

Dakwah di Era Digital: Seni Menghadapi Publik

Dakwah bukan sekadar menyampaikan kebenaran agama, tetapi juga seni memahami audiens. Di era digital, pesan dakwah sering kali berbenturan dengan persepsi publik yang beragam. Gus Miftah, yang dikenal sebagai dai kreatif, menghadapi ujian berat ketika ucapannya menjadi kontroversi. Peristiwa ini menunjukkan betapa pentingnya dakwah yang tidak hanya berbasis ilmu, tetapi juga kebijaksanaan dalam menghadapi kritik.  

Islam mengajarkan pendekatan penuh hikmah dalam berdakwah, sebagaimana firman Allah:  
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik." (QS. An-Nahl: 125).  
Gus Miftah, dengan kerendahan hatinya meminta maaf secara terbuka, menunjukkan sisi lain dari seni dakwah, yaitu keberanian untuk mengakui kesalahan dan memperbaiki diri. Langkah ini mencerminkan akhlak seorang dai yang tidak semata-mata mencari pembenaran, tetapi meraih ridha Allah melalui introspeksi.  

Hakim paling Benar di Media Sosial

Son Haji, di sisi lain, menghadapi ujian berbeda. Simpati besar yang diterimanya dari publik menunjukkan betapa media sosial dapat dengan cepat membangun narasi tertentu. Namun, perhatian publik juga dapat menjadi ujian tersendiri. Dalam Islam, seseorang yang dirugikan diajarkan untuk memaafkan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:  
"Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba karena sifat pemaafnya kecuali kemuliaan." (HR. Muslim).  

Bagi Son Haji, kesempatan ini menjadi momen untuk menunjukkan akhlak mulia sebagai seorang Muslim. Memilih jalan syukur dan istiqamah di tengah sorotan adalah bukti bahwa penghormatan sejati bukanlah dari manusia, melainkan dari Allah. 

Pelajaran bagi Dakwah di Media Sosial

Kisah ini menjadi pelajaran penting bagi para pendakwah dan umat Islam secara umum. Pertama, media sosial adalah alat yang harus digunakan dengan bijaksana. Pendakwah perlu memahami bahwa setiap pesan yang disampaikan akan dilihat, ditafsirkan, dan mungkin disalahpahami oleh audiens yang beragam. Kedua, kontroversi adalah bagian dari dinamika dakwah. Tidak ada pendakwah yang luput dari kritik, tetapi respons yang sabar dan bijak dapat menjadi jalan untuk meningkatkan derajat di sisi Allah.  

Ketiga, umat Islam diajarkan untuk mengedepankan husnuzhan (prasangka baik) dan menghindari penghakiman tanpa dasar. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:  
"Barangsiapa menutupi aib seorang Muslim, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat." (HR. Muslim).  

Kesimpulan

Kisah Gus Miftah dan Son Haji mengingatkan kita bahwa dakwah adalah seni menghadapi ujian, baik dari kritik maupun pujian. Media sosial, dengan segala tantangannya, harus dimanfaatkan untuk menyebarkan pesan Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Gus Miftah menunjukkan bahwa mengakui kesalahan dan meminta maaf adalah bentuk dakwah yang bermartabat, sementara Son Haji mengajarkan bahwa ujian simpati publik harus dihadapi dengan syukur dan keikhlasan. Pada akhirnya, yang menjadi hakim sejati adalah Allah, bukan opini manusia. Semoga ini menjadi inspirasi bagi kita untuk terus berdakwah dengan hikmah, menjadikan setiap ujian sebagai sarana mendekatkan diri kepada-Nya.

Share | | | |